Penulis: M Alif Akbar
Pada 5 Juni 2024, organisasi Khatulistiwa Universitas Paramadina telah menggelar talkshow, salah satu mata acara dari rangkaian kegiatan Festiwa (Festival Khatulistiwa). Bertempat di Universitas Paramadina Cipayung, Festiwa hadir sebagai bentuk dari peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Acara ini tidak hanya menjadi wadah untuk menyuarakan kesadaran akan masalah lingkungan, tetapi juga sebagai panggung bagi tokoh-tokoh penting dalam perjuangan lingkungan.
Dalam acara talkshow Festiwa yang bertajuk Responding Plastic Pandemic for Climate Crisis, memberikan wawasan mendalam kepada para peserta tentang pengelolaan plastik dan strategi untuk mengatasi perubahan iklim. Sebagai narasumber, Imam Pesuwaryantoro dari ESG & Communication PT Plastic Pay Teknologi Daur Ulang berbagi wawasan tentang solusi berbasis teknologi dalam mengelola limbah plastik. Di samping itu, kehadiran Abdul Ghofar, Pollution and Urban Justice Campaigner dari WALHI, turut memperkuat pesan-pesan penting tentang dampak negatif polusi terhadap keseimbangan ekosistem kota. Abdul Ghofar menjelaskan bagaimana langkah dunia internasional bersepakat untuk membuat sebuah perjanjian yang mengikat sebagai langkah konkret bersama dalam mengurangi pengaruh buruk dari perubahan iklim.
Dalam wawancara dengan beberapa peserta dan panitia, semangat kolaboratif dan kesadaran akan urgensi perubahan tampak jelas. Gabriel, salah satu mahasiswa yang hadir, mengungkapkan pentingnya langkah kecil dalam pengelolaan sampah plastik. “Kita mungkin tidak bisa melakukan langkah besar, tapi dengan langkah kecil ini kita dapat setidaknya aware dan juga dengan aware itu kita bisa recycle dan lain sebagainya,” ujarnya. Gabriel juga berharap agar kesadaran ini dapat membantu mengurangi sampah plastik di lingkungan kampus dan berdampak lebih luas lagi.
Zaidan Ammar, peserta lainnya, menyatakan bahwa acara ini memberinya banyak wawasan tentang pentingnya daur ulang sampah plastik. “Indonesia harus dikembangkan dalam daur ulang sampah plastik karena Indonesia salah satu negara penyumbang sampah terbesar di dunia,” katanya. Zaidan menekankan perlunya pengembangan acara seperti ini agar pemuda Indonesia bisa belajar mengolah sampah dengan benar.
Fitri Aisyah Mahdiyah, selaku ketua pelaksana Festiwa, menyampaikan tujuan acara ini adalah untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan mewujudkan SDGs poin 13, yaitu climate action. “Harapannya setelah kita mengadakan Festival Khatulistiwa, kita sebagai mahasiswa dan civitas akademik semakin sadar akan isu lingkungan dan tergerak untuk mengatasi perubahan iklim bersama karena bumi milik kita bersama,” tuturnya.
Sebelumnya, pada tanggal 1 Juni 2024 juga telah dilaksanakan pembukaan kegiatan Festiwa dengan melakukan aksi nyata dalam bentuk penanaman pohon, sebagai upaya untuk mengurangi jejak karbon dan mendorong regenerasi lingkungan. Rangkaian acara ini akan diakhiri dengan sesi pameran hasil Eco Print dan Closing Performance pada Sabtu, 8 Juni mendatang. Pameran tersebut akan menampilkan karya seni ramah lingkungan sebagai inspirasi bagi perubahan menuju gaya hidup berkelanjutan dan menjadi momen penutup yang memberikan kesempatan bagi masyarakat kampus untuk melihat langsung dampak kreativitas dalam melestarikan lingkungan.
Dengan semangat kolaboratif dan kesadaran akan urgensi perubahan, Festiwa menjadi langkah awal yang kuat dalam menjawab tantangan krisis iklim melalui tindakan nyata. Mari terus bergerak bersama untuk menjaga bumi kita, rumah bersama kita.