Perpindahan gedung baru Universitas Paramadina kini sudah bukan isu lagi, melainkan sudah mulai direalisasikan dengan berpindahnya beberapa Fakultas dan Prodi untuk menempati gedung baru yang berada di Cipayung, Jakarta Timur. Kampus yang dulu dikenal berada di pusat kota, dengan kemudahan aksesnya itu, kini telah memindahkan seluruh aktivitas dan pengajarannya di kampus yang baru. Peralihan dari gedung kampus lama ke gedung kampus baru dimulai di tahun 2023, dari Fakultas Ilmu Rekayasa dan Fakultas Ekonomi Bisnis dan kini disusul oleh Fakultas Falsafah Peradaban, yang berarti Universitas Paramadina telah pindah sepenuhnya ke Cipayung, Jakarta Timur.
Mahasiswa, staf, dosen, serta seluruh civitas academica tentu sudah menyiasati perpindahan ini. Namun, masih ada satu lagi elemen kampus yang nampaknya masih khawatir. Mereka adalah penyewa Kantin Atas (Kantas), yang sampai saat ini masih menerka-nerka dan menanti nasib mereka: apa mereka juga akan ikut berpindah ataukah ditinggal?
Ketidakjelasan dari pihak kampus terkait perpindahan kantin atas menimbulkan rasa resah dan ketidakpastian yang terus menghantui para pedagang, terutama karena kurangnya musyawarah dan komunikasi dari pihak universitas. Padahal, aktivitas perkuliahan semester gasal akan dimulai sebentar lagi.
Pada Kamis (8/8), tim Pers Mahasiswa Paramadina, Parmagz, melakukan peliputan di Kantin Atas (Kantas) dan menemukan kondisi yang mengejutkan. Suasana kantas yang biasanya ramai oleh aktivitas mahasiswa, walaupun saat libur kuliah, kini berubah menjadi sangat sepi. Semua bangku telah terbalik, seluruh booth kantin tertutup rapat, dan tidak ada satupun orang yang beraktivitas di sana. Tempat yang biasanya menjadi pusat keramaian saat hari-hari aktif perkuliahan kini tampak kosong dan sunyi.
Pada hari yang sama, Parmagz juga melakukan wawancara eksklusif dengan beberapa pedagang Kantas yang masih bertahan. Harapan dan doa terucap dalam setiap kata, menggambarkan keinganan mereka akan kejelasan nasib yang masih menggantung. Mereka berharap agar tidak hanya menjadi penonton dalam proses perpindahan ini, tetapi juga turut disertakan, tidak terlupakan, di tengah hiruk-pikuk perubahan yang sedang terjadi.
Bagaimana Pandangan Pedagang Kantas mengenai Pemindahan Kantin?
Salah satu pedagang Kantas yang kini masih bertahan di Universitas Paramadina sejak tahun 2002, menjelaskan bahwa pendapatan dari berjualan di kantin merupakan sumber penghasilan utama yang menopang kehidupan sehari-harinya. Ketika mendengar kabar bahwa kantin akan dipindahkan, ia merasa sangat sedih. Baginya, kantin ini adalah satu-satunya usaha yang telah ia jalani sejak pertama kali merantau ke Jakarta demi mencari nafkah untuk keluarganya yang tinggal di kampung halaman.
“Sedih banget, luar biasa, karena memang penghasilan pokoknya dari sini,” ungkapnya dalam wawancara yang dilakukan pada Kamis (8/8). Ia juga mengaku perasaan nyaman dan ikatan yang baik terhadap seluruh warga Universitas Paramadina karena telah berinteraksi dengan intens dengan mereka sehingga berat rasanya untuk meninggalkan usaha yang telah dijalani lebih dari 20 tahun ini.
Terkait dengan hal itu, besar harapan yang ia miliki untuk pindah ke kantin Universitas Paramadina Cipayung. “Harapannya bisa ikut pindah, kalau semisalnya saya tidak berjualan lagi disini, saya ga kepikiran nantinya akan gimana. Sedangkan dulu kan saya bela-belain dari kampung karena keadaan ekonomi juga bener-bener ga punya,” ucapnya.
Hal lain yang disampaikannya adalah harapan kepada pihak kampus untuk setidaknya bisa memberikan toleransi dan kejelasan terhadap pihak–pihak yang berdagang di Kantas secara adil dan terbuka mengenai sosialisasi perpindahan kantin kampus ini. Mengingat berita yang mereka terima adalah tidak semua kantin dapat pindah ke kampus yang baru.
“Kemarin pada saat rapat di bulan Juli, dijanjikan tanggal 1 Agustus akan ada link untuk menaruh proposal dan kita bisa mendaftar lagi dari awal untuk bisa pindah ke Cipayung, sempat diberitakan akan ada test food dari menu unggulan setiap pedagang, juga dijanjikan akan ada voting dari seluruh dosen dan mahasiswa untuk menentukan siapa yang bisa pindah ke Cipayung. Tapi sampai hari ini link yang katanya untuk proposal itu belum ada. Kami dan semua pedagang yang beberapa sudah pulang ke kampung selalu menanti kejelasan itu,” tutupnya.
Bagaimana Kampus Paramadina Menjawab Kekhawatiran Pedagang Kantas?
Sehari setelahnya, pada Jumat (9/8), Parmagz bersama Serikat Mahasiswa (SEMA) mengadakan diskusi dengan Kepala Pengelola Kantin, Adrian A. Wijanarko. Dalam diskusi tersebut, Adrian memaparkan berbagai kendala yang selama ini dihadapi oleh pihak pengelola maupun para pedagang kantin atas (Kantas). Salah satu isu utama yang diungkapkan adalah masalah dalam sistem penyewaan dan pembayaran oleh para pedagang. “Masih banyak tunggakan yang belum dibayarkan oleh beberapa penyewa kantin, ada yang bahkan tidak bayar itu sampai lima atau enam bulan. Itu kenyataannya dan itu yang ingin kita rubah. Karena kantin ini sifatnya given dari kampus, kita hanya diamanahi untuk mengelolanya,” ungkapnya, pada Jumat (9/8).
Ia menjelaskan bahwa konsep kantin di kampus yang baru juga tidak memungkinkan untuk memindahkan seluruh booth yang ada di Kampus Gatsu ke Kampus Cipayung. “Awalnya, kalau kita lihat di Cipayung, sudah ada booth-booth yang disiapkan, sekitar 10 tenant. Itulah update terakhir yang saya sampaikan kepada pengelola kantin. Kemarin, saat kami berdiskusi, konsepnya memang ada 10 tenant, proposal-proposal diajukan, dan nantinya mahasiswa yang akan menilai. Itu adalah informasi terbaru sebelum ada perubahan lagi,” jelas Pak Adrian.
Menurutnya, sejumlah perubahan signifikan terjadi akibat dari perbaikan dan penyesuaian sistem di berbagai aspek di Universitas Paramadina. Memang telah terjadi beberapa perubahan, mulai dari pembaruan sistem akademik, yang kini mengadopsi Simpul Paramadina sebagai platform terintegrasi untuk mengelola kegiatan akademik dan administrasi mahasiswa, perubahan dalam sistem keuangan kampus, serta perubahan besar juga terjadi dalam konsep kantin di Kampus Cipayung. Perpindahan kampus telah mendorong pembaharuan cara pandang operasional, termasuk dalam pengelolaan kantin. Jika sebelumnya sistem penyewaan booth diterapkan seperti di Kampus Gatsu, kini konsep tersebut mengalami transformasi. Rencananya, akan ada satu payung besar yang menjadi model baru, di mana tenant tidak lagi menempati booth secara fisik, tetapi dapat mengirimkan makanan ke kampus.
Meskipun demikian, konsep ini masih dalam tahap diskusi dan belum mencapai kesepakatan final dengan pihak universitas. “Jadi, karena kita pindah kampus, maka cara pandang operasional kita berubah, sistemnya baru. Itu niatnya dari yayasan, ini yang akhirnya membuat konsep Kantas Cipayung juga berubah. yang tadinya kita sewakan kepada tenant seperti di Gatsu, itu juga berubah. Saya juga belum tahu, karena masih tahap diskusi. Jadi modelnya adalah akan ada satu payung yang modelnya kalau tenant mau mengisi, itu bukan mengisi tenant-nya, tapi bisa mengirimkan makanannya. Itu yang lagi kita bahas sama universitas, karena kita belum nemu titik temunya juga,” tambahnya.
Perubahan konsep kantin di kampus baru menjadi faktor utama ketidakpastian terkait perpindahan ini, meninggalkan nasib para pedagang dalam ketidakjelasan. Para pedagang kini harus bersabar menunggu keputusan akhir dari pihak yayasan terkait konsep kantin di Kampus Cipayung. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pedagang, yang menggantungkan mata pencaharian mereka pada kantin sebagai sumber utama penghasilan. “Ya pada akhirnya saya belum bisa share informasinya ke pihak kantin, kita belum bisa share apa-apa sampai ada konfirmasi konsep 100% mateng. Kita bener-bener pastiin dulu, nanti kalau sudah ada konsep mateng kita pasti akan share dan nanti juga bisa dibantu share informasinya oleh teman-teman mahasiswa,” tutupnya.
Penulis: Novita Fitri Apriliana, Najwa Shafa, M Naimi