Penulis: Novita Fitri Apriliana
Papua, pulau paling timur di Indonesia dengan limpahan kekayaan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati serta budayanya itu merupakan rumah bagi berbagai suku yang menyebar di setiap sudutnya. Orang Asli Papua, sebutan bagi penduduk asli Pulau Papua, selama berabad-abad mendiami hutan-hutan adat mereka yang dijadikan sebagai rumah, sumber makanan, sumber obat-obatan, juga sumber penghidupan yang lainnya. Menurut hasil analisis Forest Watch Indonesia, Papua memiliki luas tutupan hutan alam sebesar 33,4 juta hektare atau sekitar 80,71% dari total luas daratannya. Namun, beberapa dekade ini masyarakat Papua terancam kehilangan sumber kehidupannya, hutan adatnya direbut swasta. Rumah Orang Asli Papua, hutan terluas dan satu-satunya harapan hujan tropis di Indonesia yang tersisa itu digantikan oleh perkebunan sawit. Demi ekspansi bisnis sawit, cendrawasih, kasuari, serta spesies flora-fauna langka dan hanya ada di Papua juga harus kehilangan habitatnya.
“All Eyes On Papua” sebuah gerakan yang ramai diperbincangkan dan telah dibagikan jutaan kali di sosial media muncul beberapa waktu lalu, berisi ajakan dukungan terhadap Suku Awyu yang berjuang mempertahankan tanah mereka di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan, seluas 36 ribu hektare dari rencana ekspansi kelapa sawit. Gugatan mereka berada di tahap kasasi di Mahkamah Agung setelah sebelumnya ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura. Fenomena ini menjadi salah satu bukti nyata bahwa Masyarakat Papua belum dapat hidup aman dan nyaman di tanah kelahiran mereka sendiri. “Kami merasa terancam, saya tidak punya sumber penghidupan yang lain sebab saya hidup dari tanah saya, dari alam yang ada disana, hutan saya itu yang saya hidup dari situ, saya ingin tanah saya tidak boleh dirampas atau diambil oleh perusahaan,” ujar Rikarda Maa, Perempuan Suku Awyu, dalam aksinya di Jakarta pada Senin (27/5).
Sebelumnya, berbagai perusahaan-perusahaan swasta baik dari perusahaan lokal maupun perusahaan asing juga melakukan hal yang sama. Adalah Masyarakat Adat Marind misalnya, salah satu suku di Papua yang juga terkena dampak ekspansi perkebunan kelapa sawit berskala besar di bawah proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE), yang menjadikan lebih dari satu juta hektar lahan menjadi lahan komersial. Ekspansi perkebunan kelapa sawit dan proyek-proyek pembangunan lainnyadi tanah Marind yang berkedok sebagai pembangunan ekonomi nasional itu pada akhirnya bukan hanya mengusir masyarakat Marind dari rumahnya, tapi juga telah merampas identitas adat Marind, pusat ekonomi, sosial bahkan spiritual mereka. Banyak komunitas dan masyarakat adat Marind yang melaporkan telah mengalami paksaan untuk menyerahkan tanah mereka, kompensasi ganti rugi dari perusahaan juga dianggap masyarakat tidak setimpal. Dan sampai pada hari ini, lebih dari 6,4 juta hektare daratan di Pulau Papua telah didistribusikan kuasa pengelolaan hutannya oleh pemerintah kepada 43 perusahaan.
Papua, dengan kekayaan alam dan budayanya seharusnya dilindungi tanahnya dan menjadi potensi untuk menjadi bagian dari kemajuan Indonesia. Semakin dekatnya perayaan kemerdekaan Indonesia ke-79, pertanyaan tentang apakah masyarakat Papua sudah benar-benar merdeka di tanah kelahirannya menjadi semakin dipertanyakan mengingat banyak sekali masyarakat Papua yang hingga hari ini masih memperjuangkan hak-hak atas tanah, adat, dan budaya mereka. Ekspansi perkebunan kelapa sawit, proyek pembangunan besar-besaran, tidak adanya undang-undang perlindungan masyarakat adat, konflik sosial-politik, serta deretan masalah yang terjadi di tanah Papua telah menghambat masyarakat Papua dari menikmati sepenuhnya arti kemerdekaan. Oleh karenanya, seharusnya pemerintah dan masyarakat Indonesia dapat bekerjasama untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat adat di Papua diakui dan dilindungi. Ini termasuk menghormati tanah adat Papua, melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan tanah kelahirannya, dan menjaga kelestarian budaya serta lingkungan Papua. Ini semua demi mencapai cita-cita bangsa yang tertulis dalam Pancasila, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Referensi:
VOA Indonesia. (2023, Juli 11). Sawit di Papua: Tarik Menarik antara Masyarakat Adat dan Pemerintah. Diakses pada 24 Juli 2024, dari https://www.voaindonesia.com/a/sawit-di-papua-tarik-menarik-antara-masyarakat-adat-dan-pemerintah/7182818.html
Detik News. (2020, Desember 9). Investigasi 15 Tahun Kebakaran Hutan di Papua oleh Perusahaan Korsel. Diakses pada 24 Juli 2024, dari https://news.detik.com/bbc-world/d-5253446/investigasi-15-tahun-kebakaran-hutan-di-papua-oleh-perusahaan-korsel