RUU TNI Disahkan: Masyarakat Sipil Kecewa! DPR Dinilai Terburu-buru 

Penulis: Tubagus Eko Saputra

Kamis, 20 Maret 2025, Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi demonstrasi #TolakRUUTNI di Gedung DPR RI. Aksi ini diikuti oleh berbagai elemen mulai dari mahasiswa, buruh, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Aksi dimulai sejak pukul 08.00 WIB di depan Gerbang Pancasila Gedung DPR RI. Sebelumnya, sejak pukul 00.00 WIB, sudah ada massa aksi yang melakukan aksi pendudukan dengan menginap menggunakan tenda. Mereka mendirikan tenda dan menginap dengan harapan DPR tidak mengesahkan RUU TNI ini.

Sumber Gambar: Kevin A/LPPM Parmagz

“Kami di sini menjalankan aksi menduduki DPR, tempatnya di Gerbang Pancasila, pada jam 12 sampai kurang lebih jam 11 pagi,” ujar Nina, salah seorang masyarakat sipil yang mengikuti aksi dan menginap di depan Gerbang Pancasila DPR RI. Nina menjelaskan bahwa mereka mendapatkan intimidasi dari aparat yang berjaga. “Pada saat itu kami cukup mendapatkan hal-hal intimidatif dari aparat kepolisian, seperti pengusiran. Itu dilakukan berkali-kali karena kami disangka mengganggu ruang objek vital nasional, dan kami disuruh diusir dengan jarak 500 meter dari objek vital nasional,” jelas Nina dengan nada kecewa.

Sekitar pukul 09.30 WIB, massa aksi terus berdatangan ke depan Gerbang Pancasila Gedung DPR RI dengan harapan RUU TNI tidak terburu-buru disahkan. Akan tetapi, sekitar pukul 10.40 WIB, DPR resmi mengesahkan RUU TNI dan membuat massa aksi kecewa. Dalam proses pengesahan RUU TNI ini dianggap banyak pelanggaran yang dilakukan oleh DPR. “Yang pertama, mengabaikan prinsip-prinsip yang ada di peraturan perundang-undangan. Satu, soal public participation. Yang kedua, anggota DPR melanggar aturan tata tertib juga. Mereka melakukan rapat di luar jam operasionalnya, mereka melakukan rapat panja di hari Sabtu dan itu di luar gedung DPR. Itu melanggar Tata Tertib DPR Pasal 254, dan yang paling penting adalah soal transparansi,” ujar Arif Adiputro dari Freedom Of Information Indonesia.

Sumber Gambar: Arya Pramudita/LPPM Parmagz

Arif menjelaskan bahwa DPR tidak serius melibatkan partisipasi publik. “Revisi Undang-Undang TNI ini tidak terbuka di website DPR. Bahkan, teman-teman dapatnya (dokumen) dari grup WA. Artinya, DPR ini tidak serius dalam membagikan informasi terkait dengan proses pengambilan keputusan. Apalagi ini menyangkut publik, tentu melanggar prosedur,” tambah Arif. Tidak akan berhenti sampai di situ, Koalisi Masyarakat Sipil akan terus mengawal RUU yang telah disahkan. “Kalau ke depan, pasti kita akan JR (Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi, karena itu jelas melanggar beberapa peraturan, materilnya maupun formilnya. Dua hal itu yang kami kejar ke Mahkamah Konstitusi,” ungkap Arif.

Pada siang hari, massa aksi melakukan long march dari Gerbang Pancasila menuju gerbang utama Gedung DPR RI. Massa aksi berkumpul dan menyampaikan orasi politik. Menjelang sore hari, banyak massa yang berdatangan, terutama dari kalangan mahasiswa, bahkan ada yang datang dari Bandung untuk ikut aksi dan mengawal putusan ini.

“Yang jadi latar belakang kan masalah RUU TNI ini, kita berkaca lagi ke Orde Baru, di mana dwifungsi ABRI itu benar-benar menjadi sebuah masalah besar bagi yang non-ABRI khususnya. Kemudian sekarang kita melihat lagi ada potensi bahwa dwifungsi ABRI itu akan terulang kembali. Maka dari itu, ya, kita nggak ingin dong mengulang sejarah. Namanya sejarah buruk itu nggak bisa kita ulangi. Jadi kita upayakan ya untuk, kalau bisa sih digagalkan,” ujar Usman, Mahasiswa Universitas Padjajaran yang datang dari Bandung.

Sumber Gambar: Arya Pramudita/LPPM Parmagz

Situasi mulai memanas ketika massa aksi tidak mendapatkan tanggapan dari pihak yang mengesahkan RUU tersebut. Sekitar pukul 16.45 WIB, massa aksi berhasil menjebol pagar pintu sebelah kanan. Situasi mulai memanas ketika aparat kepolisian menghalau massa yang terus mencoba menjebol pagar pintu lainnya dengan cara menyiram menggunakan water cannon.

Puncaknya, pada pukul 18.30 WIB, beberapa massa aksi berhasil menerobos masuk ke dalam halaman Gedung DPR RI melalui pagar pintu sebelah kiri yang sebelumnya telah mereka jebol. Namun, selang beberapa menit kemudian, massa aksi yang masuk ke halaman Gedung DPR RI mendapat tindakan represif dari pihak kepolisian yang mencoba mengusir para demonstran dari halaman gedung.

“Selama kami melakukan aksi, kami tidak menemukan titik terang, di mana kami berharap bisa menemui anggota DPR ataupun utusan DPR, tetapi hingga pukul 18.30 kami masih saja terdampar di luar, yang membuat kami ingin masuk. Bukan untuk merusak, bukan untuk memukuli polisi, tetapi untuk menemui orang di dalam,” ujar Dio, Mahasiswa UI, salah satu korban kekerasan aparat.

Sumber Gambar: Arya Pramudita/LPPM Parmagz

Tepat pukul 19.45 WIB, pihak kepolisian mulai melakukan pemukulan mundur terhadap para demonstran dengan membentuk barikade yang didukung oleh kendaraan taktis, termasuk water cannon dan aparat bermotor. Bentrokan tidak terhindarkan ketika massa mencoba bertahan di lokasi aksi.

Dalam insiden ini, tidak sedikit peserta aksi maupun jurnalis yang meliput di lokasi turut menjadi korban tindakan represif. Beberapa mahasiswa mengalami luka-luka akibat tindakan represif dari aparat. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian mengenai alasan tindakan represif yang dilakukan. Insiden ini menjadi sorotan publik, memunculkan kembali perdebatan mengenai pendekatan aparat dalam menangani dan menghadapi aksi demonstrasi, serta keselamatan masyarakat yang menyuarakan pendapat dan aspirasinya secara damai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *