Gagal Tanggap SEMA dalam Melakukan Aksi Massa

Penulis: Naufal Ardy

Pada tanggal 22 Agustus 2024, ribuan mahasiswa berkumpul di depan Gedung DPR MPR dalam unjuk rasa besar-besaran. Salah satu peserta utama aksi ini adalah Serikat Mahasiswa Universitas Paramadina (SEMA), yang membawa serta mahasiswa-mahasiswa dari kampus tersebut.

Namun, di balik semangat dan idealisme yang berkobar, aksi ini menyimpan cerita kelam mengenai manajemen yang kacau dan mitigasi risiko yang nyaris tidak ada. Ketidaksiapan para petinggi SEMA Universitas Paramadina dalam mempersiapkan aksi ini bukan hanya memperlihatkan lemahnya perencanaan, tetapi juga membahayakan keselamatan para mahasiswa yang mereka bawa.

Ketika sebuah organisasi mahasiswa, seperti SEMA, memutuskan untuk terlibat dalam aksi massa, ada tanggung jawab besar yang harus mereka emban. Tanggung jawab ini meliputi perlindungan terhadap keselamatan anggota mereka, terutama mahasiswa sipil yang mungkin tidak memiliki pengalaman dalam mengikuti unjuk rasa. Namun, pada aksi tanggal 22 Agustus lalu, tidak terlihat adanya upaya untuk membuat perbatasan atau ‘border’ keamanan yang dapat melindungi para mahasiswa Paramadina yang terlibat.

Minimnya pemahaman dan pengetahuan dari para koordinator lapangan (korlap) mengenai tindakan yang harus diambil di lapangan semakin memperburuk keadaan. Dalam kondisi seperti ini, korlap seharusnya memiliki kemampuan untuk membaca situasi, menilai risiko, dan membuat keputusan yang cepat demi keselamatan peserta aksi. Mereka juga harus memastikan adanya jalur evakuasi yang jelas dan rencana konkret untuk menghadapi situasi darurat. Sayangnya, dalam aksi tersebut, korlap dari SEMA justru tampak tidak siap dan kurang terlatih, seolah-olah mereka lebih mementingkan tampilan luar daripada keselamatan anggotanya.

Ketiadaan rencana mitigasi risiko yang jelas adalah kesalahan fatal dalam manajemen aksi. Dalam unjuk rasa besar, risiko bentrokan dengan aparat keamanan, provokasi pihak ketiga, atau bahkan kerusuhan massa selalu ada. Seharusnya, SEMA sebagai organisasi yang membawa nama baik Universitas Paramadina, memiliki persiapan yang matang untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan ini. Tanpa adanya rencana mitigasi risiko, mereka sama saja dengan mengirimkan mahasiswa mereka ke dalam bahaya yang tidak perlu.

Aksi unjuk rasa bukanlah ajang untuk pamer kekuatan atau sekadar unjuk gigi. Lebih dari itu, aksi ini adalah bentuk nyata dari aspirasi dan perjuangan mahasiswa yang harus dikelola dengan bijak dan penuh tanggung jawab. Para pemimpin mahasiswa, terutama di SEMA, harus memahami peran mereka dengan lebih baik. Mereka harus tahu bahwa tugas mereka bukan hanya mengorganisir massa, tetapi juga memastikan setiap anggota yang mereka pimpin pulang dengan selamat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *